Minggu, 27 September 2015

Her name was Sugar

Bukan hanya karena dia manis maka aku memanggilnya begitu. Seperti hal nya gula dalam arti sesungguhnya yg bisa membuat manis makanan dan minuman, begitu pun dirinya. Dia pernah membuat manis hidupku untuk beberapa saat.
Sebenernya aku ga terlalu banyak tau tentang dia. Mungkin tepatnya belum. Yg aku tau dia berusia belum genap 25 tahun namun kedewasaannya jauh melebihi usianya. Dia wanita yg luar biasa menurutku. Tentunya ada sebab yg membuatku beranggapan seperti itu. Dari hasil "stalking" dan didukung berbagai sumber yg aku dengar (baik yg disengaja ataupun tidak), sepertinya ada sedikit kesalahan di masa lalunya, namun kesalahan itu tak membuat nya terjatuh,  justru dia menjadikan kesalahan itu sebagai fondasi yg kokoh untuk membangun masa depan yg lebih baik. Dia wanita yg religius, cerdas, enak diajak ngobrol, berprinsip dan berpendirian teguh. Dia juga sedikit keras kepala, lebih suka memendam perasaan dan sepertinya mudah jatuh hati. (Tolong dikoreksi jika aku salah). Senyumnya biasa saja, tapi bisa membuat orang enggan berpaling darinya. Suaranya elegant dengan sedikit aksen perancis saat mengucapkan huruf "R". Dan yg paling aku suka adalah suara saat dia tertawa. Sungguh sangat menentramkan.

 Wajahnya biasa saja menurutku. Mungkin sedikit diatas standar wanita Indonesia. Namun akan terlihat mendekati sempurna jika dilihat dari kejauhan. Kalo dari deket sayang kalo cuma diliatin. Dia satu2nya wanita yg bisa membuatku jatuh hati kepada wanita lain. No, bukan satu2nya. Jujur aja, aku ga munafik kalo aku sering merasa jatuh hati sama wanita lain. Tapi karena statusku, norma dan etika, maka aku tak pernah menuruti perasaan itu.
Sugar-ku ini berbeda dari yg lain. Entah karena memang dia bener2 luar biasa atau karena memang ada kesempatan untuk itu, kali ini aku ga bisa hanya memendam perasaan tanpa dia tau apa yg aku rasakan. Padahal terus terang, dia tidak lebih baik atau lebih cantik dari wanita2 yg lain. Pastinya perasaanku sama dia bukan sesuatu yg mudah. Ini sulit, lebih sulit dari soal matematika yg paling sulit sekalipun. Selain karena kami berbeda keyakinan, ya itu tadi, status, norma Dan etika membuatku harus extra hati2 dalam melangkah. Namun seperti yg aku bilang, aku ga bisa hanya memendam perasaan ini pada nya.

Singkat cerita aku bisa mendekatinya, dan kami sempat beberapa kali melewati waktu berdua saja. Sepertinya dia mulai membuka hati buatku. Namun karena sedikit salah faham dan mungkin karena dia juga sadar bahwa hubungan kami ga punya tujuan yg jelas, bahwa jika kami melangkah lebih jauh akan terlalu banyak hal yg harus dikorbankan, bahwa aku ga bisa janjiin apa2 buat dia, akhirnya kami harus mengakhiri kisah singkat ini. Jujur aja, aku terluka. Bohong lah kalo aku baik2 saja. Tapi jika kupikir lagi ada baiknya juga kami berpisah lebih cepat. Mungkin kalo nanti2 pasti sakitnya lebih parah. Kalo sekarang cuma aku yg terluka (ga tau kalo dia, maunya aku sih dia juga ngerasain apa yg aku rasa), kalo nanti mungkin kami berdua yg akan terluka. Bahkan bisa sangat parah.

Well, meskipun segalanya berjalan begitu cepat namun akan menjadi kenangan sepanjang hidupku. Meski aku ga bisa memiliki dirinya namun aku cukup merasa bahagia dan beruntung pernah menjadi bagian dari cerita hidupnya. "Some peoples come into our life as a blessing, others coma as a lessons" begitu kata pepatah. Tapi buatku dia adalah kombinasi keduanya. Anugrah dan pelajaran.